Selasa, 20 Desember 2011

Mencintai by Gibran


MENCINTAI...
BUKANlah bagaimana kamu melupakan..
melainkan bagaimana kamu MEMAAFKAN..
BUKANlah bagaimana kamu mendengarkan..
melainkan bagaimana kamu MENGERTI..
BUKANlah apa yang kamu lihat..
melainkan apa yang kamu RASAKAN..
BUKANlah bagaimana kamu melepaskan..
melainkan bagaimana kamu BERTAHAN..
Lebih berbahaya mencucurkan air mata dalam hati...
dibandingkan menangis tersedu2...
Air mata yang keluar dapat dihapus..
sementara air mata yang tersembunyi menggoreskan luka yang tidak akan pernah hilang..
Akan tiba saatnya
di mana kamu harus berhenti mencintai seseorang
BUKANkarena orang itu berhenti mencintai kita
MELAINKANkarena kita menyadari
bahwa orang itu akan lebih berbahagia,
apabila kita melepaskannya.
Apabila kamu benar2 mencintai seseorang,
jangan lepaskan dia..
jangan percaya bahwa melepaskan SELALU berarti kamu benar2 mencintai
MELAINKAN...
BERJUANGLAH demi cintamu
Itulah CINTA SEJATI
Lebih baik menunggu orang yang kamu inginkan
DARIPADA berjalan bersama orang 'yang tersedia'
Lebih baik menunggu orang yang kamu cintai DARIPADA
orang yang berada di sekelilingmu
Lebih baik menunggu orang yang tepat
karena hidup ini terlalu singkat untuk dibuang
hanya dengan 'seseorang'

Kamis, 15 Desember 2011

superr sekali pak mario

Engkau tak akan pernah menemukan kedamaian, jika lebih mudah bagimu membenci daripada mencintai.

Dan sulit bagi apa pun untuk menyedihkanmu, jika tak ada kemampuan hatimu selain mencintai.

Hati yang penuh cinta, tak menyediakan tempat bagi kesedihan.

Mario Teguh - Loving you all as always

Rabu, 14 Desember 2011

hujan ... again

HUJAN

Aku menyukai hujan. Apa pun bentuk hujan aku suka. Hujan rintik-rintik yang lembut menyentuh kulit seperti taburan buih. Ibuku kerap memarahiku jika aku berlama-lama menikmatinya. Ia bilang, ”Ayo masuk, hujan seperti ini bikin kepalamu pusing nanti!” Aku suka hujan deras, seperti ratusan selendang mayang yang terjatuh dari langit. Tertiup angin ke sana ke mari, teksturnya kadang tebal kadang tipis. Semasa sekolah, bila tak ingat akan buku-buku yang kubawa dalam ranselku, dengan sengaja aku berlari ke tengah hujan. Menikmati derainya yang membelai seluruh tubuhku. Tentu sesampai di rumah ibuku langsung mengomel,”Lupa terus bawa payung, kan tadi pagi sudah Ibu ingatkan!”. Atau di lain waktu bunyi omelannya,”Kalau hujan, berteduh dulu, nanti kalau sakit siapa yang rugi.” Setelah beranjak dewasa, aku sering memainkan tetes-tetes hujan yang bergulir dari pinggir payungku. Sering kali aku sengaja menadahkan tangan tepat di bawah cucuran atap hanya untuk menikmati tiap tetes yang memercik di tanganku. Dan aku hanya tertawa dalam hati, ketika anakku yang berusia dua tahun segera berlari mengambil payung mungilnya dan berdiri di bawah cucuran atap sambil menadahkan tangannya ketika hujan mulai datang.

Aku bisa duduk berjam-jam di tepi jendela kamarku menatapi titik-titik hujan yang jatuh ke tanah. Menerka-nerka, jika titik-titik itu bisa bicara, kira-kira apa yang mereka teriakkan ketika tubuh mereka jatuh terburai menabrak tanah dan batu. Keriuhan bunyi hujan dengan tempo cepat atau lambat tidak membuatku merasa bising. Justru di tengah gegap gempita akustik air itu, aku merasa hening. Seringkali aku lupa turun dari kendaraan umum karena menatapi titik-titik air yang jatuh di kaca mobil. Titik-titik itu seperti sprinter , segera setelah menempel di kaca, kemudian berlari cepat ke arah belakang karena pengaruh kecepatan mobil. Aku hampir dapat mendengar teriakan-teriakan riang titik-titik air itu ketika menggelinding cepat di atas kaca.

Selasa, 13 Desember 2011

Gadis dan hujan


Gadis itu duduk dalam kamarnya, mendengarkan suatu hal yang paling berarti baginya hujan. Baginya, hujan adalah hadiah terindah dari Tuhan. Suara tetesan hujan dapat menenangkannya seketika, gemuruh badai dapat membuat tidurnya nyenyak, dan desiran angin adalah penentram jiwanya. Setiap malam yang hujan, dia duduk di kursi kesayangannya, berhadapan di depan jendela kamarnya. Dia hanya memandang dan mendengar. Mendengarkan pemberian untuknya. Mendengarkan hadiah dalam hidupnya.

Gadis itu mengerti ilmu alam penyebab terjadi hujan,, tapi dia tidak ingin terlalu lama terpaku dalam alasan meteorologi yang membosankan itu. Dia hanya mencintai romansa suara hujan, keindahannya.

Hujan, baginya adalah sesuatu yang tidak bisa dijelaskan, namun mudah diresapi. Melihat buliran-buliran air yang mengalir di jendela, berderai di atas atap rumahnya, dan suara angin yang memberinya kegembiraan, totalitas, kebahagiaan yang tidak biasa, dan dia tidak terlalu peduli dengan penjelasannya.
Gadis ini selalu memiliki waktu untuk mendengar, dengan sederhana. Bahkan ketika dia tidak bisa duduk d kursi kesayangannya, dia akan berhenti untuk mendengar. Dia mendengarkan bagaimana tetesan hujan jatuh di atapnya. Bagaimana mereka menghasilkan nada. Bagaimana setiap percikan akan berbeda satu sama lainnya.

Tetesan hujan adalah suatu hal yang membuatnya cemburu, di mata gadis itu. Hidup mereka singkat, namun sangat menyenangkan. Setiap kali hujan datang, dia membayangkan ketika dia tiba-tiba terbangun dan jatuh, terjatuh ribuan kilometer ke dasar bumi, terjatuh dengan sangat cepat dan semua hal disekelilingnya menjadi kabur. Dia ingin tahu betapa indahnya bisa melihat ke dasar, dan teman-temannya akan melihat dasar yang sama.

Gadis itu tidak bisa berhenti mencintai hujan, suatu hal yang sangat mengagumkan dan begitu kuat. Dia membayangkan kekuatan yang menciptakan sebuah simphoni, menginspirasikan suatu puisi yang indah, membawa sekumpulan bunga-bunga yang baru saja bermekaran ke dalam kehidupan.

Bagi gadis ini, hujan adalah sebuah hadiah, hadiah dari Tuhan yang membuat gadis itu selalu menyukainya, yang membuat gadis itu akan selalu meluangkan waktunya untuk mendengarkan hujan.